Minggu, 22 Maret 2009

Mencermati Peluang Bisnis Bioetanol

Sejak periode 2006 yang lalu ketika pemanfaatan bioetanol sebagai energi alternatif (istilah kerennya Bahan Bakar Nabati terbarukan) pengganti Bahan Bakar Minyak (tidak terbarukan) mulai mendapat perhatian dari banyak kalangan di Indonesia, hingga saat ini telah cukup banyak kebijakan pemerintah digulirkan berikut sederet pernyataan optimistik-politis yang intinya diarahkan untuk merangsang, mendukung serta menggalakan berbagai terobosan - inovasi yang berkaitan dengan produksi serta pemanfaatan Bahan Bakar Nabati bagi kepentingan nasional, baik kepentingan pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat Indonesia.

Kontan, gayung-pun bersambut. Berbagai pelatihan produksi bioetanol industri rakyat digelar dibanyak tempat, forum-forum diskusi ilmiah bermunculan silih-berganti diberbagai daerah. Informasi penelitian bermunculan dimana-mana, statement departemen dan instansi pemerintah dengan berbagai skema bergulir, hingga issue jumlah alokasi anggaran dikumandangkan kehadapan publik melalui berbagi bentuk media informasi.

Semestinya, iklim ini lebih dari cukup untuk "tervisualisasikan" dalam implentasinya. Namun patut disayangkan jika hingga detik ini “tidak ada” yang bisa terasakan oleh masyarakat. Padahal manfaat bioetanol sangat nyata bagi kita masyarakat Indonesia karena setidaknya dapat menjadi subsitusi dari bahan bakar minyak tanah dan gas misalnya yang terbilang sering turun-naik harga akibat masalah distribusi yang klasik. Pula, bukankah pemerintah kita tidak memiliki energi sehingga lebih dari 20% kebutuhan BBM nasional tidak dapat dapat dicukupi (diproduksi sendiri).

Bahan baku BBN jelas tersedia melimpah, apalagi negeri kita terbilang sangat kaya, bahkan air dan batu saja bisa jadi tanaman, seperti dilukiskan dengan apik oleh Koes Plus yang legendaris itu. Ketersediaan tenaga-tenaga ahli - akademis kita bisa dikatakan dapat memenuhi kuota. Lembaga-lembaga penelitian pemerintah terkait dengan bidang meski tidak cukup banyak tapi masih eksis. Lalu kenapa begitu lambat ya pertumbuhan industri dan pemanfaatan bioetanol di Indonesia? Padahal, dalam kurun waktu hampir tiga tahun ini diperoleh fakta lapangan bahwa bioetanol dapat diproduksi dengan teknologi terapan - tepat guna yang mudah dioperasikan dengan pembiayaan yang sangat murah (jika dibandingkan biaya pembuatan pabrik bioetanol skala kecil yang beranggaran Milyaran rupiah). Ketika pemerintah kehilangan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, sungguh bijak dan arif rasanya kalo rakyat diminta "bantuannya" untuk diajak turut membangun industri bioetanol dalam negeri ketimbang meminta bantuan pinjaman dari negara-negara lain sebagai donor.

Lebih parah lagi, meski pada skala terbatas, telah diperjual-belikan alat (mesin) produksi bioetanol yang ternyata tidak sesuai spesifikasi yang ditawarkan. Tidak heran bila kemudian banyak dijumpai antusias usahawan-minimikro kita harus merugi dua kali ketika mereka baru saja memulai bisnis bioetanol. Alat produksi yang diadakan tidak sanggup memproduksi bioetanol sesuai spesifikasinya dan alhasil bahan baku yang dimodali tidak dapat menghasilkan produk bioetanol. Terlepas dari prasangka bahwa fenomena tersebut tidak ubahnya dengan tindakan pembodohan ataupun aksi provit-taking yang dari pebisnis iptek kagetan yang tidak memiliki business etic, kejadian-kejadian seperti itu seolah memperkuat opini publik bahwa biaya sekolah dinegeri ini terlalu mahal dan belum tentu lulus (tamat pasti!)

Dengan segala keterbatasan yang ada, blog ini didedikasikan untuk mereka yang ingin dan telah memulai menekuni industri rakyat produksi bioetanol maupun bagi mereka yang berkenan berbagi informasi seputar proses produksi bioetanol, sehingga pada gilirannya masyarakat konsumen dapat memperoleh manfaat dan keuntungan yang sebesarnya dari penggunaan bioetanol. Anda dapat memberikan komentar atas tulisan seadanya ini.

Indonesia telah mengumandangkan era dan mekanisme pasar bebas. Jadi, industri emas hijau tidak layak lagi didominasi pengusaha emas hitam yang nota-bene pengusaha papan atas. Industri emas hijau bisa diekplorasi dari kebun disekitar kita. Artinya, dengan teknologi terapan yang aplikatif berbiaya relatif terjangkau, masyarakat Indonesia kini dapat memproduksi dan memasarkan produk bioetanol untuk utamanya memenuhi kebutuhan sendiri. Emc2@2009

5 komentar:

  1. Salam kenal dan salut atas tulisan-tulisan Anda yang amat menarik

    BalasHapus
  2. Pak Edmond, saya mendukung pendapat Anda. Jangan jadikan "demam bioetanol" seperti pada euforia jarak pagar. Mohon pada teman-teman perekayasa alat produksi bioetanol, buatlah alat yang "murah" namun bermutu. Untuk kawan-kawan designer kompor bioetanol, tolong buatkan rakyat Indonesia sebuah kompor yang handal. Jangan main jiplak atau plagiat dengan dalih Anda adalah Pengembang. Jangan pula menyelenggarakan pelatihan atau seminar atau workshop biofuel khususnya bioetanol dengan asal-asalan. KASIHAN MASYARAKAT bila dibodohi

    BalasHapus
  3. Pak Edmond yth
    Saya menunggu komentar dan jawab Anda di blog ini. Tapi koq nggak terjawab? Saya ingin komunikasi karena ada teman yang akan memesan alat. Saya harus hubungi siapa? Ayah anda? atau Audy sesuai iklan di Trubus? Terima kasih

    Salam
    www.roy-hendroko.com

    BalasHapus
  4. Anonim02.19

    bagusss...!!!

    BalasHapus
  5. noorman habib21.46

    slam kenal,,, sebagai mahasiswa yang ada di surabaya,saya ingin mendalami dan terjun untuk menekuni bisnis bioetanol ini. dimanakah saya bisa mendapatkan info yang lengkap?

    BalasHapus